Minggu, 13 Januari 2013

Menuju Praktek Konstruksi Yang Lebih Baik


Menjalankan proyek gedung besar atau tinggi pada masa kini – apalagi bila menyangkut pengembangan gabungan (mixed use development) – dapat merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks. Berbagai bidang akan saling terkait dalam pelaksanaan gedung semacam ini, mulai dari bidang teknik struktur termasuk fundasi dan besmen, bidang arsitektur yang mencakup pengaturan organisme gedung, hubungan antar ruang dan kegiatannya, sampai pada begitu banyaknya bahan finishing yang harus dipasang; bidang instalasi mulai dari transportasi dalam gedung, penerangan, kelistrikan, pencegah kebakaran, sistem tata udara, sistem informasi, dll ; bidang rancang interior; bidang lansekap, dan banyak lagi bidang lain yang mana seringkali dalam pelaksanaannya akan dilakukan simultan dan tumpang tindih tetapi memerlukan keteraturan sekwen kerja yang runut, dan senantiasa dalam kerangka waktu yang sudah tertentu. Masalah koordinasi menjadi momok besar, padahal masalah-masalah tekniknya sendiri tetap memegang peran utama.

Dalam situasi seperti inilah para pelaku teknis bekerja. Antar disiplin ilmu biasanya lebih mementingkan sisi sendiri saja, pengetahuan tentang disiplin lain tidak pernah didapatkan di perguruan tinggi, faktor waktu seringkali menjadi tekanan besar
baik saat perencanaan maupun saat pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan, masalah keterbatasan biaya juga menjadi faktor penentu apakah suatu pengembangan besar akan terlaksana atau tidak. Seringkali para pelaku teknis mendapatkan pelajarannya saat mengerjakan proyek, lewat pengalaman nyata. Mastering by doing.

Ada pelaku yang  mempunyai idealisme tinggi, peduli akan segala hal dan bertanggung-jawab atas hasil karyanya, ada pelaku yang menjalankan tugas sekadarnya saja. Dengan begitu banyak pihak yang berpartisipasi, faktor keberhasilan individu menjadi hal yang terselubung. Di lain sisi, ada karya nyata yang memenuhi segala persyaratan teknis dan optimal dalam segi biaya, namun adapula karya yang kurang memenuhi persyaratan karena tertekan masalah biaya dan berbagai kendala lain.

Dalam makalah ini, kami mengupas berbagai masalah aktual yang seringkali dijumpai dalam dunia industri konstruksi, baik praktek yang benar maupun yang salah. Berbagai kasus kesalahan yang dapat menjadi bahan pelajaran kami kupas, dengan tujuan agar banyak pihak dapat menuju kepada praktek konstruksi yang lebih baik di masa mendatang. Kasus-kasus yang kami angkat mencakup aspek perancangan, pengawasan maupun pelaksanaan di lapangan, dan tidak ditujukan secara spesifik kepada proyek atau pihak tertentu.


1.   MASALAH YANG ADA DI DUNIA KONSTRUKSI

Indonesia sudah mempunyai peraturan gempa modern. Teknik gempa sudah menjadi mata kuliah utama di berbagai perguruan tinggi. Namun setiap ada kejadian gempa yang cukup besar, tetap saja terjadi kerusakan pada engineered structure yang menggunakan konstruksi beton ”modern”. Gambar  memperlihatkan kegagalan yang secara wajar seharusnya dapat diantisipasi dan dihindari, tetapi kenyataan berkata lain. Apa penyebabnya?


 Gambar Kerusakan struktur pada saat terjadi gempa

Banyak rancangan yang tidak memperhatikan keseluruhan aspek gedung tahan gempa. Apabila perhitungannya sudah cukup benar, detailing penulangan sering terabaikan. Kait sengkang tidak memenuhi syarat detailing, konfigurasi tulangan kolom dengan kait tulangan sengkang maupun jumlah tulangan pengekang tidak memenuhi syarat, dan banyak kelemahan lainnya. Mungkin pula rancangan sudah baik termasuk gambarnya, namun pelaksanaannya menyimpang karena faktor kebiasaan kerja yang sulit untuk dirubah. Pengawasanpun kadangkala tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Banyak sekali hal yang terkait untuk melahirkan sebuah gedung yang memenuhi kaidah teknis mulai dari rancangan sampai produk akhir yang terabaikan.

Pada saat kuliah di perguruan tinggi, setiap mahasiswa mengerti bahwa kapasitas momen elemen beton bertulang ditentukan oleh tinggi efektif penampang, sehingga posisi tulangan berperan sangat penting. Kenyataan di lapangan menunjukkan lain. Pemborong papan atas dengan manajer proyek berpengalaman tetap dapat melakukan kesalahan mendasar, hal mana berakibat besar untuk elemen-elemen pelat dengan ketinggian terbatas seperti terlihat pada Gambar . Apa penyebabnya?

Gambar  Tulangan atas pelat turun

Pada peraturan tentang bangunan tahan gempa, besaran gempa rencana dipengaruhi oleh kondisi tanah di lokasi bangunan dan sistem lateral yang akan mendisipasikan energi gempa. Banyak perancang struktur mengambil jalan pintas dan menyatakan jenis tanah di lokasi bangunan sebagai tanah sedang tanpa membuktikan hal ini menurut peraturan yang sudah ada. Mungkin dia tidak mengerti, mungkin pula tidak perduli.

Banyak hal lain yang menyangkut teori dasar yang sudah kita pelajari, tetapi pada saat kita bekerja pada suatu bidang tertentu, hal-hal mendasar tersebut seolah-olah menjadi tidak penting. Para pelaku terpaku pada tugas utama dan cenderung menyampingkan hal-hal lain. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebabnya adalah tidak perduli dengan urusan ”lain”, tidak ada pengarahan tegas dari atasan untuk memperhatikan faktor teknik, target melulu pada soal waktu dan keuntungan, menginginkan kemudahan, nekat, tidak bertanggung-jawab, tergesa-gesa atau tidak mengerti.

Seorang pekerja teknis profesional akan mencari dua hal yaitu kepuasan kerja dan renumerasi finansial yang memadai. Para profesional inilah yang akan menjalankan roda perusahaan jasa konstruksi, baik sebagai konsultan, MK atau pemborong dan spesialis termasuk pemasok bahan teknis. Perusahaan ini didirikan dengan tujuan utama mendapatkan profit, selain mungkin adapula misi lainnya seperti pelayanan masyarakat. Dalam menjalankan roda usaha, perusahaan akan dipagari oleh pihak PEMDA dengan berbagai aturannya.

Setiap perusahaan mempunyai strategi masing-masing dalam menjalankan usahanya. Di satu pihak persaingan bertambah ketat, di lain pihak tuntutan pekerjaan juga bertambah kompleks. Tanpa kebijakan yang jelas dan tepat, perusahaan akan terbawa ke arah persaingan harga semata. Ini merupakan salah satu sumber masalah. Dengan imbalan jasa yang murah, seringkali pihak manajemen puncak memberikan jatah waktu penyelesaian pekerjaan, batas biaya yang terkadang tidak masuk akal, dan memberi renumerasi yang kurang sepadan bagi tenaga teknis. Peralatan dirawat seadanya, pemakaian peralatan dipaksakan semaksimal mungkin sedemikian sehingga terkadang kurang memperhatikan jadwal dan tahapan pekerjaan. Jalan pintas dilakukan untuk mengejar profit. Pelatihan pengetahuan dan keterampilan hampir tidak ada. Sub-kontraktor atau tenaga buruh dan mandor ditekan biayanya serendah mungkin. Tidak heran banyak sekali proyek yang dilakukan secara ”tidak wajar”, menjauhi kondisi optimal apalagi ideal.

Sumber masalah lain yang penting adalah faktor manusia. Sebagai seorang profesional, seorang pelaku teknik yang kompeten harus selalu memenuhi kualifikasinya dengan cara belajar terus, melakukan pengembangan diri secara kontinu dan bertindak secara etis. Disini masalah sikap yang menyangkut tanggung jawab akan hasil kerja perlu mendapat sorotan khusus. Banyak sekali pelaku teknis yang ”hanyut” dalam kegiatan rutin dan mulai membudayakan mencari jalan pintas untuk kemudahan hidupnya, lalu melupakan masalah-masalah teknik. Karena seringkali tidak timbul suatu masalah, atau belum timbul, maka kebiasaan tersebut berlanjut. Dengan demikian kami simpulkan ada dua masalah utama yang dapat menyebabkan penyimpangan dari hasil karya ideal. Pertama, kebijakan perusahaan atau pimpinan kelompok kerja. Kedua, kompetensi dan sikap pribadi (attitude) para pelaku teknis yang menyangkut aspek tanggung jawab akan kualitas pekerjaan. Hal ini berlaku dalam seluruh bidang kerja konstruksi.



2.   KASUS-KASUS KESALAHAN DAN PELAJARAN YANG DIDAPAT

Dalam makalah ini kami soroti beberapa kejadian dalam praktek yang dapat dipelajari agar kita dapat menuju kepada praktek konstruksi yang lebih baik di kemudian hari. Kasus yang dipaparkan meliputi beberapa kesalahan yang dilakukan konsultan perencana, konsultan pengawas (MK), dan pemborong dalam peristiwa yang berbeda. Nama proyek dan pelaku tidak akan diungkapkan disini, namun pelajaran yang dapat diambil akan bermanfaat untuk praktek kita di masa mendatang.


2.1.      PEMILIHAN NILAI R (FAKTOR MODIFIKASI RESPON SEISMIK)

Gambar 4 menunjukkan skema sederhana struktur beton dengan shearwall di bagian tengah yang dihubungkan dengan portal yang mempunyai kolom pipih pada kedua ujung gedung. Dalam perancangan gedung tahan gempa, gempa maksimum dapat dibagi oleh faktor R sehingga menjadi design earthquake, atau yang disebut gempa nominal dalam SNI Gempa 03-1726-2002. Karena kolom-kolom tepi mempunyai proporsi melampaui 2,5:1, hal mana merupakan batasan dimensi kolom dalam struktur tahan gempa, maka oleh perencana, elemen vertikal di tepi dikategorikan sebagai shearwall. Dengan demikian perencana mengambil dinding geser kantilever senagai sistem penahan lateral ,dengan faktor R = 5,5. Bila kita mengkaji lebih dalam masalah perilaku shearwall dan hubungannnya dengan faktor R, maka kita akan menyadari bahwa kasus ”cantilever shearwall” dengan faktor R-nya akan berlaku apabila bidang momen yang diterima shearwall berbentuk sedemikian sehingga menyerupai bidang momen pada sistem kantilever. Gambar memperlihatkan diagram bidang momen shearwall dan kolom yang dianggap sebagai shearwall, dimana didapatkan partisipasi frame ternyata cukup besar sehingga pemilihan sistem lateral sebagai shearwall kantilever tidak tepat, kecuali apabila shearwall utama dirancang untuk menerima 100% design earthquake, dan bagian portal diperlakukan sebagai ”bagian rangka yang tidak menyumbangkan ketahanan lateral”







Gambar Bidang momen shearwall dan kolom


2.2       DETAILING TULANGAN : GAMBAR DAN PELAKSANAAN

Masih sering ditemukan kesalahan mendasar dalam hal detailing tulangan pada konstruksi beton. Hal ini berlaku baik dalam perancangan maupun pelaksanaan di lapangan.

Dalam segi perancangan, masalah panjang penyaluran tulangan seringkali tidak diperhatikan. Contoh : sebuah kolom pipih dengan lebar 30 cm, menerima balok tegak lurus arah pipihnya. Tulangan pokok balok diambil D25. Bagaimana penyaluran gayanya dari besi tulangan ke beton? Dengan panjang hanya sekitar 25 cm saja, maka baik panjang penyaluran ld maupun panjang dengan kait ldh tidak mencukupi. Meskipun faktor-faktor tebal selimut diperhatikan, tetap saja diperlukan panjang minimal 30-40 cm berikut kait standar yang juga memakan tempat. Tabel 1 menunjukkan nilai ldh untuk berbagai mutu beton dan diameter tulangan. Dalam segi pelaksanaan, masalah yang paling banyak dijumpai dalam segi detail tulangan adalah ketepatan posisi tulangan pelat (terutama tulangan atas), dan ukuran kait sengkang. Gambar 3 dan Gambar 6 memperlihatkan posisi tulangan yang salah dan yang benar, sedangkan Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan detail yang salah dan yang benar.

Tabel 1
f’c
Ukuran  Tulangan
TD - 40
210
280
350
420
560
10
210
180
170
150
130
13
280
240
220
200
170
16
350
300
270
250
215
19
420
360
330
300
260
22
490
420
380
345
300
25
555
485
430
395
340
29
630
545
490
445
385
32
710
615
550
500
430




Gambar 6 : Posisi tulangan dan dudukannya yang baik

Gambar 8 : detail kait yang benar

Gambar 7: detail kait yang salah           

Dengan semangat kerja yang tinggi dan sikap mengejar kualitas, kami percaya hal-hal yang benar semacam ini dapat dicapai pada pelaksanaan proyek. Disini persistensi dari perancang, pengawas dan pelaksana mulai dari tingkat manajer proyek sampai pada tukang perlu digalang bersama.


2.3       PENGERJAAN COREWALL BETON


Dalam pelaksanaan pekerjaan corewall beton, ada dua jenis form work yang dipakai yaitu jenis jump-form (atau slip-form) dan jenis seperti kolom (sistem Peri, Doka atau Mesa). Sistem kolom umumnya akan menghasilkan hasil akhir yang lebih baik karena pengecoran elemen vertical dan horizontal terdefinisi lebih baik, dan sistem kerjanya memperbolehkan adanya stek-stek tulangan yang menonjol ke luar. Sedangkan jump-form, mekanismenya harus mempunyai dua permukaan dinding yang bebas dari tonjolan. Umumnya starter bar tulangan pelat dan balok ditekuk, untuk kemudian diluruskan kembali saat akan melakukan pengecoran elemen horisontal. Yang menjadi masalah adalah meluruskan tulangan tertekuk sangatlah sulit dan hasil akhirnya pun tidak pernah lurus. Gambar 9 menunjukkan pekerjaan corewall dengan teknik jump-form, dan Gambar 10 memperlihatkan hasil pelurusan tulangan yang dilipat. Gambar 11 memperlihatkan contoh formwork corewall sistem kolom.

Gambar 9 Teknik pembuatan corewall dengan sistem jump-form

Gambar 10 : Tulangan yang dilipat dan hasil tulangan yang diluruskan kembali



 Gambar 11 Teknik pembuatan corewall dengan formwork jenis kolom
Karena itu kami menganjurkan memakai formwork sistem kolom, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11 di atas. Disini starter bar untuk elemen horisontal dapat dipasang dengan prosedur normal.


2.4       MUTU BETON, RASIO AIR SEMEN DAN SLUMP

Masalah ini kelihatannya sepele, namun banyak pihak yang belum mengerti sepenuhnya akan hubungan antara kekuatan / mutu beton, rasio air semen dan slump. Pada suatu proyek nyata, dimana sebagai perancang struktur kami menuliskan spesifikasi beton berdasarkan mutu yang disyaratkan, jumlah kadar semen minimum, rasio air semen (atau lebih tepatnya rasio air terhadap cementitiuous material) maksimum, kadar fly-ash maksimum dan slump yang diinginkan. Mix-design telah disetujui, dan truk beton datang ke lokasi. Pada beberapa truk, slump yang terukur ternyata lebih besar dari yang disyaratkan, dan truk-truk tersebut ditolak oleh pihak pengawas (MK). Gambar 12 menunjukkan proses pengukuran slump yang umum dilakukan di lapangan.
Gambar 12

Slump menunjukkan kinerja pengaliran dan pemampatan beton (flowability) dan tidak terkait dengan mutu beton. Untuk menghasilkan beton mutu tinggi, hanya satu hal saja yang harus dipenuhi yaitu bagaimana kita membuat beton dari berbagai campuran material yang bisa dibuat sepadat mungkin. Tentunya dengan catatan kekuatan agregat senantiasa lebih tinggi daripada kekuatan cement paste. Karena itu air yang dipakai harus seminim mungkin, tepat dan cukup untuk mengaktifkan semen. Beton seperti ini umumnya sangat kental, sehingga perlu diberi platstizicer agent untuk mencapai slump yang disyaratkan. Karena itu slump yang lebih tinggi dari spesifikasi tidak berbahaya dan tidak berpengaruh terhadap mutu beton, selama hal ini didapatkan bukan dari penambahan air semata 










1 komentar: